Creep
adalah juga suatu proses yang stress dependent dan thermally activated,
karenanya creep rate akan naik dengan naiknya tegangan dan/ atau temperature.
Gambar di bawah menunjukkan pengaruh temperature dan tegangan terhadap creep
rate.
Gambar
2.32.
Stress
and temperature dependence of the stedy
Pada
kondisi creep, patah akan terjadi bila creep strain telah mengakibatkan
regangan menjadi Ô1 (strain pada saat putus). Karena creep
rate akan menaik dengan meningkat dengan naiknya tegangan dan/ atau
temperature, maka umur hidup sampai patah akan menurun bila tegangan dan/atau
temperatur dinaikkan (lihat gambar di bawah).
Gambar2.33
Variation
of time to rupture with stress and temperature
3.1.
Struktur atom
Telah
diketahui bahwa semua zat terdiri dari atom, dan atom sendiri terdiri dari inti
(terdiri dari sejumlah proton dan neutron) yang dikelilingi oleh sejumlah elektron.
Elektron-elektron ini menempati shell tertentu. Suatu atom dapat mempunyai satu
atau lebih shell. Setiap shell dapat ditempati oleh elektron sebanyak 2n2,
dimana n adalah nomor shell (dihitung mulai dari yang terdalam sebagai shell
nomor 1).
Jumlah
elektron pada shell terluar banyak menentukan sifat dari unsur tersebut. Atom
yang memiliki julah elektron yang sama pada shell terluar, yaitu unsur pada
group yang sama akan memiliki sifat yang hampir sama. Semua gas mulia memiliki
delapan elektron pada shell terluar, kecuali helium yang hanya memiliki satu
shell dan jumlah elektron pada shell itu adalah dua, semuanya adalah unsur yang
sangat stabil, tidak bereaksi dengan unsur lain.
Atom-atom
dapat membuat ikatan dengan atom yang sejenis atau atom lain membentuk molekul
dari suatu zat atau senyawa. Dalam beberapa hal atom-atom juga dapat menjalin
ikatan dengan atom sejenis atau atom lain tanpa membentuk molekul, seperti
halnya pada logam.
3.2.
Ikatan atom
Ada
tiga jenis ikatan atom yang utama, yaitu :
-
Ikatan ionik
-
Ikatan kovalen atau homopolar
-
Ikatan logam
3.2.1.
Ikatan tonik
Atom
akan paling stabil jika atom itu mempunyai konfigurasi elektron seperti konfigurasi
elektron pada gas mulia, yaitu terdapat delapan elektron pada shell terluar
(dua elektron bila atom memiliki hanya satu shell). Bila suatu atom hanya
memiliki satu elektron pada shell terluar, maka ia cenderung untuk melepas
elektron tersebut, dan shell yang lebih ke dalam, yang biasanya sudah terisi
penuh, akan menjadi shell terluar, ini menyebabkannya menjadi lebih stabil.
Tetapi hal ini juga mengakibatkan atom itu kelebihan proton (yang bermuatan
positip), sehingga atom itu akan bermuatan positip, dikatakan atom itu berubah
menjadi ion positip.
Sebaliknya
bila suatu atom lain yang memiliki tujuh elektron pada shell terluarnya, ia
cenderung akan menerima satu elektron lagi dari luar. Dan bila hal ini terjadi
maka atom itu akan menjadi bermuatan negatip (karena kelebihan elektron), ia
akan menjadi ion negatip. Dan bila kedua ion ini berdekatan akan terjadi tarik
menarik karena kedua ion itu memiliki muatan listrik yang berlawanan. Kedua
atom itu akan terikat satu sama lain dengan gaya tarik menarik itu, ikatan ini
dinamakan ikatan ionik (ionic
bonding).
Sebagai
contoh, atom Na (dengan satu elektron pada shell terluar) yang berada dekat
atom Cl (dengan tujuh elektron pada shell terluar). Dalam keadaan ini akan
terjadi perpindahan satu elektron dari atom Na ke atom Cl. Kedua atom itu akan
menjadi ion, atom Na menjadi ion Na+, atom Cl menjadi ion Cl-, karena muatannya
berlawanan akan terjadi tarik menarik, menjadi suatu ikatan ionik, (Gambar
3.1), dikenal sebagai senyawa garam, yang sifatnya berbeda dari kedua atom
pembentuknya. Hal ini memperlihatkan betapa kuatnya suatu ikatan ionik.
3.2.2.
Ikatan kovalen
Beberapa
atom dapat memperoleh konfigurasi elektron yang stabil dengan saling meminjamkan
elektronnya. Dengan saling meminjamkan elektron ini atom-atom akan memperoleh
susunan elektron yang stabil tanpa menyebabkannya menjadi bermuatan.
Gambar
3.1. Electron transfer precedes the formation of the ionic bond within sodium
chloride
Gambar
3.2 The natures of the covalent bonds in the molecules of chlorine, nitrogen,
and hydrogen fluoride. The bonds in the Cl2, and HF are snglebonds;
the bond in the N2 is a triple bond. Note that only the outer shell
electrions are shown in the case of N2 and HF
Ikatan
akan terjadi melalui elektron yang saling dipinjamkan itu. Elektron ini masih
mempunyai ikatan dengan atom asalnya, tetapi juga sudah terikat dengan atom
yang meminjamnya.
Sebagai
contoh digambarkan pada Gambar 3.2 ikatan kovalen dari Cl2, N2.
3.2.3.
Ikatan logam
Di
sini juga terjadi saling meminjamkan elektron, hanya saja jumlah atom yang
bersama-sama saling meminjamkan elektron valensinya (elektron yang berada pada
shell terluar) ini tidak hanya antara dua atau beberapa atom tetapi dalam
jumlah yang tak terbatas. Setiap atom menyerahkan elektron valensinya untuk
digunakan bersama. Dengan demikian akan ada ikatan tarik menarik antara
atom-atom yang saling berdekatan. Jarak antar atom ini akan tetap (untuk
kondisi yang sama), bila ada atom yang bergerak menjauh maka gaya tarik menarik
akan menariknya kembali ke posisi semula, dan bila bergerak terlalu mendekat
maka akan timbul gaya tolak menolak karena inti-inti atom berjarak terlalu
dekat padahal muatan listriknya sama, sehingga kedudukan atom relatif terhadap
atom lain akan tetap.
Ikatan
seperti ini biasa terjadi pada logam, karena itu dinamakan ikatan logam. Pada ikatan ini inti-inti atom terletak beraturan dengan
jarak tertentu, sedang elektron yang saling dipinjamkan seolah-olah membentuk
“kabut elektron” yang mengisi sela-sela antar inti (lihat Gambar 3.3).
Gambar 3.3. A simple
representation of the metallic bond. The positive ion cores of the metal atoms
are fixed within a “sea” or “cloud” of electrons.
Elektron-elektron
ini tidak terikat pada salah satu atom tertentu atau beberapa atom saja, tetapi
setiap elektron dapat saja pada suatu saat berada pada suatu atom, dan pada
saat berikutnya berada pada atom lain. Karena itulah logam dikenal mudah
mengalirkan listrik dan panas.
Mengingat
atom-atom yang teratur dalam tiga dimensi menurut suatu pola tertentu dinamakan
kristal. Bila dari inti-inti atom dalam suatu kristal ditarik garis-garis
imajiner melalui inti-inti atom tetangganya maka akan diperoleh suatu kerangka
tiga dimensi yang disebut space lattice
(kisi ruang). Space lattice ini dapat dianggap tersusun dari sejumlah besar unit cell (sel satuan). Unit cell
merupakan bagian terkecil dari space lattice, yang bila disusun ke arah
sumbu-sumbunya akan membentuk space lattice. Pada Gambar 3.4 tampak sebagian
dari suatu space lattice dan satu unit cellnya digaris tebal. Suatu unit cell
dinyatakan dengan lattice parameter (panjang rusuk-rusuk dan sudut antara
rusuk-rusuk).
Ada
7 macam sistem kristal, yaitu cubic, tetragonal, orthorhombic, monoclinic,
triclinic, hexagonal dan thombohedral. Dari ketujuh sistem kristal tersebut
ternyata ada 14 jenis bentuk space lattice yang mungkin terjadi. Pada Tabel 3.1
dapat dilihat sistem kristal, parameter dan bentuk space lattice dari
keempatbelas jenis space lattice tersebut.
Tabel
3.1 The Crystal Systems
1.
Triclinic
|
Three
unequal axes, no two of which are perpendicular
abc 8
|
2.
Monoclinic
|
Three
unequal axes, one of which is perpendicular to the other two
abc
|
3.
Orthorhombic
|
Three
unequal axes, all perpendicular
abc 8
|
4.
Rhombohedral (trigonal)
|
Three
equal axes, not at right angles
abc 8
|
5.
Hexagonal
|
Three
equal coplanar axes at 1208 and a fourth unequal axis perpedicular to their plane
abc 8 1208
|
6.
Tetragonal
|
Three
perpendicular axes, only two equal
abc 8
|
7.
Cubic
|
Three
equal axes, mutually perpendicular
abc 8
|
From
C.S barrett Structure of Metals, McGraw-Hill Book Company, Inc New York, 1992
|
Kebanyakan
logam-logam yang penting membeku dengan membentuk kristal dengan sistem kristal
kubus atau sistem kristal hexagonal.
Dari
keempatbelas jenis space lattice tersebut ternyata hanya ada 3 macam saja yang
sering dijumpai pada logam-logam yang biasa digunakan, yaitu :
1.
Face Centered Cubic (FCC) atau Kubus
Permukaan Sisi (KPS)
2.
Body Centered Cubic (BCC) atau Kubus
Pemusatan Ruang (KPR)
3.
Hexagonal Close – Packed (HCP) atau
Hexagonal Tumpukan Padat (HTP)
Lihat
Gambar 3.5., 3.6., 3.7., dan 3.8.
Di
samping itu ternyata ada beberapa unsur yang dapat dijumpai dengan jenis space
lattice yang berbeda, sifat yang demikian ini dinamakan polimorfi. Di antara
logam-logam yang memiliki sifat polimorfi ini ada yang sifat polimorfosisnya
bersifat reversibel, pada suatu kondisi jenis space latticenya tertentu dan
bila kondisi berubah, space lattice juga akan berubah, dan bila kondisi kembali
seperti semula maka space lattice juga akan kembali seperti semula. Sifat ini
dinamakan allotropi.
Ada
kurang lebih lima belas unsur yang memiliki sifat allotropi, termasuk besi.
Pada temperatur kamar besi memiliki struktur space lattice BCC (dinamakan besi
alpha, a),
pada temperatur antara 910 8C – 1400 8C space latticenya FCC (besi gamma, g) dan di atas 1400 8C sampai mencair space
latticenya BCC (besi delta). Bila temperatur kembali lagi maka struktur space
lattice juga akan kembali seperti semula.
Gambar
3.9. The cooling curve for pure iron showing allotropic changes
3.4.
Bidang kristalografi
Bidang
di dalam lattice kristal dimana terdapat susunan atom-atom dinamakan bidang kristalografi. Bidang
kristalografi ini biasanya dinyatakan dengan Indeks Miller.
Untuk
menentukan Indeks Miller dari suatu bidang dibuat suatu koordinat ruang melalui
susunan atom-atom, dengan mengambil satu titik atom pada lattice sebagai titik
pusat koordinat ruang. Selanjutnya Indeks Miller ditentukan dengan cara sebagai
berikut :
1.
Tentukan panjang potongan ketiga
sumbu koordinat, diukur dari pusat koordinat sampai ke titik potong sumbu
dengan bidang yang dimaksud. Panjang ini dinyatakan dalam satuan jarak atom
pada sumbu yang bersangkutan. Pada contoh di bawah, di sumbu x satuannya adalah
a, di sumbu y satuannya b dan di sumbu z satuannya c.
Gambar 3.10 Menentukan Indeks Miller
Pada contoh di Gambar 3.10. panjang potongan tersebut :
sumbu x y z
panjang potongan 2 3 1
2.
Ambil kebalikan dari harga-harga
di atas, dari contoh diperoleh : 1/1, 1/3, 1/1
3.
Sederhanakan perbandingan
harga-harga di atas menjadi bilangan bulat h, k, l,.
Ketiga bilangan inilah Indeks Miller. Untuk contoh di atas
diperoleh Indeks Miller : 3, 2, 6.
4.
Tulis nama bidang kristalografi
dengan memberi tanda kurung
(parentheses) pada Indeks Millernya. Secara umum bidang kristalografi ditulis
bidang (hkl). Bidang pada contoh dinamakan bidang (326). Untuk penggal sumbu
yang jatuh pada arah negatip, Indeks Millernya akan berharga negatip, untuk itu
pada angka Indeks Miller diberi tanda negatip di atasnya, dan bidang
kristalografi yang mempunyai harga negatip pada sumbu x dan positip pada kedua
sumbu lain, maka bidang itu ditulis sebagai bidang (hkl).
5.
Bidang yang sejajar dinyatakan
dengan Indeks Miller yang sama. Seperti terlihat pada gambar 3.11. a, bidang
(222) yang sejajar dengan bidang (111), Indeks Miller dari bidang (222) dapat
disederhanakan menjadi (111). Demikian juga pada b, Indeks Miller dari bidang
(022) dan bidang (033) dapat disederhanakan menjadi (011). Juga pada gambar c,
semua bidang itu dinyatakan sebagai bidang (100). Jadi Indeks Miller dari suatu
bidang akan menyatakan juga bidang lain yang sejajar dengannya.
Gambar 3.11 (a) Bidang (111), (b) bidang (011), bidang (100)
Mengingat
titik pusat koordinat dapat ditetapkan sembarang titik pada lattice/unit cell
maka bidang yang berbeda akan dapat mempunyai Indeks Miller yang sama, asal
kedudukannya terhadap pusat koordinat juga sama. Jadi bidang-bidang ini dapat
dikatakan ekuivalen. Semua bidang yang ekuivalen dikatakan berada dalam satu
“keluarga”, ditulis dengan Indeks Miller yang diletakkan dalam braces, keluarga
{hkl}. Pada Gambar 3.12., gambar dari unit cell kubus, sisi-sisi kubus
merupakan satu keluarga, yaitu keluarga {100} yang terdiri dari bidang-bidang
(100), (010), (001), (100), (010) dan (001).
Suatu
arah kristalografi adalah arah dari pusat koordinat ke suatu titik yang
memiliki koordinat x = u, y = v dan z = w, dinyatakan dengan Indeks Miller yang
diletakkan dalam square bracket, arah [uvw]. Arah yang dinyatakan dengan suatu
Indeks Miller akan tegak lurus terhadap bidang yang dinyatakan dengan Indeks
Miller yang sama. Pada Gambar 3.13 tampak bahwa arah [210] tegak lurus terhadap
bidang (210) dari suatu sistem kubus.
Pada
suatu sistem kristal dapat dibuat bidang yang tak terhingga banyaknya, tetapi
yang mempunyai arti penting adalah bidang-bidang yang mempunyai kepadatan atom
yang tinggi dan jarak antar bidang yang besar. Bidang ini adalah keluarga
bidang {110} untuk sistem BCC, dan keluarga bidang {111} untuk sistem FCC. Pada
bidang-bidang ini mudah terjadi slip.
3.5.
Kristalisasi
Kristalisasi
yaitu proses pembentukan kristal, yang terjadi pada saat pembekuan, perubahan
dari fase cair ke fase padat. Dilihat dari mekanismenya kristalisasi terjadi
melalui dua tahap :
1.
Pembentukan inti atau pengintian (nucleation)
2.
pertumbuhan kristal (crystal growth)
Dalam
keadaan cair atom-atom tidak memiliki susunan teratur tertentu, sellau mudah
bergerak. Dalam keadaan cair temperaturnya relatif tinggi dan atom memiliki
energi cukup banyak sehingga mudah bergerak, tidak ada pengaturan letak atom
relatif terhadap atom lain.
Dengan
turunnya temperatur maka energi atom makin rendah dan makin sulit bergerak dan
mulai mencari/mengatur kedudukannya relatif terhadap atom lain, mulai membentuk
lattice. Ini terjadi pada tempat yang relatif lebih dingin di mana sekelompok
atom menyusun diri membentuk inti kristal.
Inti-inti
ini akan menjadi pusat dari proses kristalisasi selanjutnya. Dengan makin
turunnya temperatur makin banyak atom yang ikut bergabung dengan inti yang
sudah ada atau membentuk inti baru. Setiap inti akan tumbuh dengan menarik
atom-atom lain dari cairan atau dari inti yang tidak sempat tumbuh, untuk
mengisis tempat kosong pada lattice yang akan dibentuk.
Pertumbuhan
ini berlangsung dari tempat yang lebih dingin menuju tempat yang lebih panas.
Pertumbuhan ini tidak bergerak lurus saja, tetapi mulai membentuk cabang-cabang
dan ranting-ranting, struktur seperti ini disebut struktur dendritik. Dendrit
ini terus bertumbuh ke segala arah, sehingga cabang/ranting dendrit hampir
bersentuhan dan sisa cairan yang terakhir akan membeku di sela-sela dendrit
ini. (lihat Gambar 3.14).
Pertemuan
satu dendrit kristal dengan lainnya dinamakan batas butir kristal (grain boundary) yang merupakan bidang yang
membatasi antara 2 kristal. Batas butir adalah tempat dimana terdapat
ketidak-teraturan susunan atom (mismatch) di samping juga biasanya mengandung
unsur-unsur ikutan (impurity) lebih banyak.
3.6.
Cacat pada kristal (imperfection)
Kristal
yang sempurna adalah kristal yang susunan atomnya seluruhnya teratur mengikuti
suatu pola tertentu. Cacat yang dimaksud di sini adalah cacat/ketidaksempurnaan
susunan atom dalam kristal (lattice). Cacat ini dapat terjadi pada saat
pembekuan ataupun oleh sebab-sebab mekanik.
Cacat
ini dapat berupa :
1.
Cacat titik (point defect)
2.
Cacat garis (line defect)
3.
Cacat bidang (interfacial defect)
4.
Cacat ruang (bulk defect)
Cacat
titik dapat berupa kekosongan (vacant)
yang terjadi karena tidak terisinya suatu posisi atom pada lattice. Juga dapat
terjadi karena “salah tempat”, posisi yang seharusnya kosong ternyata ditempati
atom, terjadi sisipan (interstitials).
Mungkin juga ada atom “asing” yang menggantikan tempat yang seharusnya diisi
atom, terjadi substitusi (substitutionals),
Gambar 3.15.
Gambar
3.15. Various point defects in crystalline materials
Cacat-cacat
ini akan menyebabkan terjadinya tegangan pada lattice. Vacant akan menyebabkan
atom-atom di sekitarnya terdorong saling menjauhi (Gambar 3.16).
Pada
subtitutionals, bila atom pengganti lebih besar maka atom di sekitarnya
terdorong menjauh, dan bila lebih kecil, tertarik saling mendekat.
Cacat
garis, cacat yang menimbulkan distorsi pada lattice yang berpusat pada suatu
garis, sering disebut dislokasi. Pada dasarnya ada 2 macam dislokasi yaitu edge dislocation dan screw dislocation, dan dapat juga
terjadi dislokasi yang merupakan kombinasi keduanya.
Untuk
menggambarkan dislokasi diambil sebuah kristal seperti Gambar 3.17 dan padanya
dibuat irisan yang mengiris ikatan antar atom menurut bidang ABCD, (gambar a).
Bila bagian atas irisan didorong hingga baris atom yang di tepi tergeser ke
atas baris kedua dari irisan bawah, maka akan tampak adanya distorsi yang
berpusat di garis AB, gambar b, dan garis AB ini dinamakan garis dislokasi. Dislokasi semacam ini adalah edge dislocation.
Bila
dorongan tersebut ke arah samping, sejajar AB (gambar c), maka akan terjadi screw dislocation, dinamakan demikian
karena susunan atom di sekitar garis dislokasi berbentuk seperti ulir (screw).
Dan bila dorongan tersebut membuat suatu sudut terhadap garis AB, maka akan
diperoleh mixed dislocation, (gambar
d dan e). Gambar-gambar selanjutnya, 3.18., 3.19., dan 3.20. menunjukan susunan
atom pada dislokasi.
Semua
cacat di atas dapat bergeser ke dalam suatu lattice, baik karena pengaruh
thermodinamik maupun gaya mekanik. Gambar 3.21. menunjukkan bagaimana suatu
edge dislocation dapat bergeser.
Gerakan
dari edge dislocation dimulai dari tepi kristal denganterbentuknya dislocation
line, sebagai akibat dari gaya geser (shear force). Garis dislokasi ini berupa
garis lurus sepanjang kristal dan tegak lurus terhadap arah gaya geser. Gaya
geser seterusnya akan mendorong garis dislokasi ini dari satu baris atom ke
baris atom berikutnya. Baris atom yang telah tergeser ini dikatakan telah
mengalami slip, dan bidang tempat
terjadinya pergeseran ini dinamakan bidang
slip (slip plane). Slip plane
selalu merupakan bidnag yang padat atom.
Dari
gambar juga tampak bahwa baris atom yang telah tergeser akan kembali memiliki
ikatan antar atom seperti semula, hanya saja ikatan ini sekarang terjadi dengan
baris atom yang berbeda.
Pada
Gambar 3.22 dapat dibandingkan gerakan dislokasi dari edge, screw dan mixed
dislocation.
Pengertian
mengenai dislokasi ini akan bermanfaat untuk menjelaskan berbagai sifat logam,
antara lain, deformasinya, penguatan dan lain-lain.
Cacat
bidang yang selalu terdapat pada kristal logam adalah grain boundary (batas butir).
Pada batas butir selalu terdapat distorsi baik karena pengaruh tegangan mauun
akibat dari interaksi dengan atom-atom dari kristal tetangganya. Karena setiap
butir kristal mempunyai orientasi yang berbeda satu sama lain, maka pada batas
antara satu butir dengan butir yang lain akan terjadi ketidak-teraturan susunan
atom (dibandingkan dengan bagian dalam dari kristal). Pada Gambar 3.23. dapat
dilihat sususnan atom pada suatu batas butir. Tampak bahwa batas butir
merupakan daerah yang penuh dislokasi, karenanya ia merupakan daerah yang penuh
dengan tegangan. Jadi batas butir merupakan tempat yang enyimpan banyak energi,
karena itu banyak peristiwa transformasi dimulai dari batas butir ini.
3.7.
Deformasi plastik pada kristal
Bila
suatu krisrtal mengalami tegangan maka susunan atom pada kristal itu akan
mengalami perubahan posisi, perubahan ini bersifat sementara bila tegangan yang
bekerja tidak cukup besar dan akan bersifat permanen bila tegangan sudah
melampaui yield. Bila tegangan telah melampaui yiel maka garis dislokasi sudah
bergeser dan mungkin telah mencapai batas butir, sehingga butir kristal
mengalami perubahan bentuk yang permanen. Perubahan bentuk pada butir kristal
akibat terjadinya hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan bentuk pada
bentuk luar benda. Deformasi (perubahan bentuk) dapat terjadi dengan terjadinya
slip atau twinning, atau kombinasi keduanya.
3.7.1.
Deformasi dengan slip
Slip
merupakan mekanisme terjadinya deformasi yang paling sering dijumpai. Slip
terjadi bila sebagian dari kristal tergeser relatif terhadap bagian kristal
lain sepanjang bidang kristalografi tertentu. Bidang tempat terjadinya slip ini
dinamakan bidang slip (slip plane)
dan arah pergeseran atom pada bidang slip dinamakan arah slip (slip direction). Slip terjadi pada bidang yang paling
padat atom dan arah slip juga pada daerah yang paling padat atom, karena untuk
menggeser atom pada posisi ini memerlukan energi paling kecil. Pada Gambar
3.24. dapat dilihat bahwa pergeseran atom akan lebih mudah terjadi bila susunan
atomnya lebih rapat, gambar a (di gambar b yang susunan atomnya kurang padat,
atom-atom seolah-olah “terkunci” di sela-sela atom-atom lain, dan untuk
menggeser atom-atom ini tentu akan memerlukan energi lebih besar).
Gambar 3.24. Plastic
flow occurs when planes of atoms slip past one another.
Close-packed planes
do this more easily (a) than planes in another direction (b)
Seperti
diketahui pada suatu sistem kristal mungkin terdapat lebih dari satu bidang
yang padat atom, bidang-bidang ini merupakan satu keluarga, demikian pula
dengan arah slip. Karenanya slip dapat terjadi pada beberapa bidang dan arah
tertentu, ini dinamakan sistem slip
(slip system) dari sistem kristal. Tabel 3.3. menunjukkan beberapa sistem slip
dari berbagai kristal logam.
Slip
tidak terjadi dengan menggesernya seluruh atom pada bidang slip secara
sekaligus. Slip terjadi dengan bergesernya garis dislokasi sedikit demi
sedikit. Bila slip terjdi dengan pergeseran sekaligus seluruh atom pada bidang
slip, maka akan diperlukan gaya yang sangat besar, beberapa ribu kali lebih
besar dari pada yang diperlukan untuk menggeser garis dislokasi. Karena itulah kekuatan
logam lebih rendah daripada kekuatannya yang dihitung dengan menjumlahkan gaya
yang perlu untuk memutuskan ikatan antar atomnya.
Untuk
dapat terjadinya slip harus ada gaya geser yang cukup, bila gaya geser itu
belum cukup besar maka distorsi yang ditimbulkannya hanya bersifat sementara,
elastik. Perubahan bentuk akan terjadi bila telah terjadi slip, dan slip akan
dapat terjadi bila gaya geser yang bekerja pada kristal telah mencapai Critical resolved shear stress, semacam
stress untuk suatu kristal.
Tabel
3.2 OBSERVED SLIP SYSTEMS IN SELECTED CRYSTALS
Structure
|
Slip Plane
|
Slip Direction
|
Number of Slip Systems
|
|
FCC
Cu, Al, Ni, Pb, Au, Ag, gFe, ...
|
{111}
|
<110>
|
4 x 3 = 12
|
|
BCC
aFe, W, Mo, b Brass
|
{110}
|
<111>
|
6 x 2 = 12
|
|
aFe, Mo, W, Na
|
{211}
|
<111>
|
12 x 1 = 12
|
|
aFe, K
|
{321}
|
<111>
|
24 x 1 = 24
|
|
HCP
Cd, Zn, Mg, Ti, Be, ...
|
{0001}
|
<1120>
|
1 x 3 = 3
|
|
Ti
|
{1010}
|
<1120>
|
3 x 1 = 3
|
|
Ti, Mg
|
{1011}
|
<1120>
|
6 x 1 = 6
|
|
NaCl, AgCl
|
{110}
|
<110>
|
6 x 1 = 6
|
Terjadinya
slip dengan cara bergesernya garis dislokasi dapat digambarkan dengan analogi
gerakan dari ulat, cacing, atau permadani. Untuk menggeser permadani yang telah
digelarkan di lantai dengan menarik sekaligus seluruh permadani tentu akan
sangat berat. Akan lebih mudah bila mula-mula dibuat suatu tekukan pada tepi
permadani (analog dengan garis dislokasi) dan mendorong tekukan tersebut hingga
tekukan mencapai ujung lain dari permadani Gambar 3.25.
G ambar 3.25. The “carpet analogy” of a dislocation in a crystal. By
moving the wrinkle from one end of the carpet to the other, the carpet is
shifted a distance of L units to the right. The energy required to shift the
wrinkle progressively is considerably less than that required to drag the
carpet bodily across the floor.
Bila
slip telah terjadi hingga ke seberang butir kristal maka slip ini akan
diteruskan ke butir berikutnya dan karena butir berikutnya mempunyai orientasi
yang berbeda, arah bidang slip akan berbeda maka dislokasi akan tertahan pada
batas butir, dan untuk membuat slip berikutnya pada bidang yang sama akan
memerlukan gaya yang besar. Karenanya slip akan mudah terjadi pada bidang lain
yang sejajar dengan bidang slip mula-mula.
Karena
itu dapat dimengerti bahwa logam yang telah mengalami deformasi akan menjadi lebih
kuat dan keras. Di samping itu juga dapat dijelaskan mengapa logam dengan
butiran yang lebih halus akan menjadi lebih kuat dan keras.
3.7.2.
Deformasi dengan twinning
Cara
lain untuk terjadinya deformasi adalah dengan twinning. Twinning terjadi bila satu
bagian dari butir kristal berubah orientasinya sedemikian rupa sehingga susunan
atom di bagian tersebut akan membentuk simetri dengan bagian kristal yang lain,
yang tidak mengalami twinning. Susunan atom pada bagian yang mengalami twinning
ini merupakan “mirror image” dari bagian yang tidak mengalami twinning. Bidang
yang menjadi pusat simetri antara kedua bagian itu dinamakan twinning plane.
Pada
Gambar 3.26 terlihat bagian dari kristal yang mengalami twinning (twinned
region). Pada twinning seluruh atom-atom dari sebagian kristal tergeser ke arah
tertentu, twinning direction.
Atom-atom di daerah yang tidak mengalami twinning (di sebelah kanan twinned
region) bergeser satu jarak atom pada twinning, sedang pada twinned region
besarnya pergeseran atom sebanding dengan jarak atom tsb ke twining plane,
sehingga posisi akhir atom itu akan merupakan “mirror image” dari atom di
daerah yang tidak mengalami twinning (C’ simetri dengan A’) :
Ada
beberapa perbedaan antara slip dan twinning, yaitu bahwa pada slip orientasi
seluruh kristal tetap sama, sedang pada twinning sebagian kristal akan berubah
orientasinya. Jarak pergeseran atom pada slip dapat hingga beberapa jarak atom,
sedang pada twinning jarak pergeseran ini hanya sedikit, tidak sampai satu
jarak atom. Pada twinning pergerakan atom itu terjadi sekaligus seluruh atom
(pada twinned region) bergerak bersamaan sedang pada slip sebagian demi
sebagian.
Dari
hal di atas tampak bahwa untuk terjadinya twinning diperlukan tenaga yang cukup
besar, karena itu tidak banyak logam yang padanya dijumpai twinning sebab
mungkin sebelum twinning dapat terjadi, slip sudah terjadi lebih dulu. Twinning
dapat terjadi bila kemungkinan untuk slip kecil, yaitu bila slip system
terbatas seperti pada logam dengan kristal HCP yang memiliki hanya sedikit slip
system (karena itu twinning biasanya tidak terjadi pada BCC dan FCC).
Regangan
yang terjadi dengan twinning kecil sekali, sehingga twinning bukanlah suatu
mekanisme deformasi yang utama, tetapi tetap cukup penting karena dengan twinning
terjadi perubahan orientasi kristal yang memungkinkan salah satu sistem slipnya
akan bersesuaian dengan arah gaya geser yang bekerja dan slip akan dapat
terjadi.
Twinning
dapat terjadi sebagai akibat gaya mekanik, disebut mechanical twins, atau dapat juga terjadi pada kristal yang telah
dideformasi lalu dianneal, disebut annealing
twins.
Pada
mikroskop twinning dapat ditandai dengan adanya dua garis sejajar di tengah
kristal, dan slip dapat diketahui dengan adanya slip lines, sejumlah garis sejajar pada kristal (lihat Gambar 3.27
dan 3.28).
3.7.3.
Pengaruh pengerjaan dingin terhadap sifat mekanik
Suatu
logam dikatakan mengalami pengerjaan dingin (cold work) bila butir-butir
kristalnya berada dalam keadaan terdistorsi setelah mengalami deformasi plastik.
Dalam keadaan ini pada kristal terdapat berbagai dislokasi setelah terjadi slip
dan/atau twining.
Sebagai
akibat dari pengerjaan dingiin ini beberapa sifat mekanik akan mengalami
perubahan, yaitu Tensile strength, Yield strength dan kekerasan akan naik, sedang
keuletan akan menurun, dengan makin tingginya derajat deformasi dingin yang
dialami.
Gambar 3.29. Effect
of cold working on tensile and yield strength of copper
Dari
Gambar 3.29 tampak bahwa laju kenaikan yield strength lebih tinggi daripada
laju kenaikan tensile strength, dan pada derajat deformasi yang tinggi
perbedaan antara yield strength dengan yield strength hanya sedikit sekali. Ini
berarti deformasi yang akan terjadi sebelum patah sedikit sekali (keuletannya rendah).
Ini juga berarti akan sangat berbahaya mendeformasi logam yang telah mengalami
derajat deformasi dingin cukup tinggi karena sewaktu-waktu dapat putus. Hal ini
perlu diperhatikan dalam operasi pembentukan dengan pengerjaan dingin, seperti
cold rolling, cold drawing dan lain-lain.
Juga
sifat penghantaran listrik akan mengalami penurunan dengan naiknya derajat
deformasi dingin. Hal ini terutama akan sangat terasa pada logam yang bukan
logam murni (paduan).
3.8.
Rekristalisasi
Sebagai
akibat dari cold working kekerasan, kekuatan tarik dan tahanan listrik akan
naik, sedang keuletan akan menurun. Juga terjadi peningkatan jumlah dislokasi
yang besar dan bidang-bidang kristalografi tertentu akan mengalami distorsi
yang hebat.
Sebagian
dari energi yang diberikan untuk mendeformasi logam itu dikeluarkan lagi
sebagai panas; dan sebagian lain tetap tersimpan dalam struktur kristal sebagai
energi dalam (tegangan dalam) yang dikaitkan dengan cacat kristal yang terjadi
sebagai akibat dari deformasi. Dengan kata lain logam yang mengalam pengerjaan
dingin akan menyimpan sejumlah tegangan dalam sebagai akibat terjadinya
sejumlah besar dislokasi.
Bila
logam yang telah mengalami pengerjaan dingin ini dipanaskan kembali maka
atom-atom akan menerima sejumlah energi panas yang dapat dipakai untuk bergerak
menuju/membentuk sejumlah kristal yang lebih bebas cacat, bebas tegangan dalam.
Peristiwa perubahan yang terjadi selama proses pemanasan kembali dapat dibagi
menjadi tiga tahapan : Recovery, Recrystallization dan Grain growth.
3.8.1.
Recovery
Recovery
terjadi pada awal pemanasan kembali, pada temperatur yang agak rendah, dan
perubahan yang terjadi tidak diikuti dengan perubahan struktur mikro. Juga
masih belum terjadi perubahan sifat mekanik. Perubahan yang terjadi hanyalah berkurangnya
tegangan dalam.
Perlunya
mengurangi tegangan dalam ini adalah untuk mencegah terjadinya distorsi pada
benda kerja yang mengalami pengerjaan dingin sebagai akibat tegangan sisa itu,
dan juga untuk mencegah stress corrosion cracking (retak karena korosi pada
logam yang mengalami tegangan). Proses laku panas yang memanfaatkan hal ini
dinamakan stress relief annealing.
3.8.2.
Recrystallisation
Pemanasan
kembali hingga ke temperatur lebih tinggi akan menyebabkan munculnya kristal
baru dari kristal yang terdistorsi, dengan stuktur lattice dan komposisi kimia
yang sama seperti pada saat sebelum pengerjaan dingin. Kecuali kristal yang
dendritik, pada kristal yang tadinya dendritik, setelah pengerjaan dingin dan
pemanasan kembali bentuk dendrit akan hilang. Kristal baru ini mula-mula muncul
pada bagian kristal yang mengalami distorsi paling hebat, yaitu pada batas
butir dan bidang slip. Di sini kelompok-kelompok atom (cluster of atoms)
membentuk kristal baru berupa inti
(nucleus) kristal. Inti ini kemudian menyerap ato-atom di sekitarnya sehingga
inti bertumbuh menjadi kristal yang lebih besar, dan akhirnya kristal lama yang
terdeformasi akan habis.
Rekristalisasi
terjadi melalui pengintian (nucleation)
dan pertumbuhan (growth). Untuk
memulai suatu proses rekristalisasi (seperti juga semua proses dengan
nucleation and growth) diperlukan masa inkubasi. Masa inkubasi ini diperlukan
sebagai waktu untuk pengumpulan sejumlah energi yang cukup untuk memulai
rekristalisasi. Mulanya laju rekristalisasi (dinyatakan dengan persentase
kristal yang telah berekristalisasi, Gambar 3.30) rendah kemudian makin cepat
dan akhirnya melambat lagi menjelang akhir proses.
Rekristalisasi
dapat terjadi pada temperatur tertentu yang dinamakan temperatur rekristalisasi, yaitu temperatu dimana logam yang
dideformasi dingin akan mengalami rekristalisasi yang tepat selesai dalam satu
jam. Tingginya temperatur rekristalisasi ini dipengaruhi oleh besarnya
deformasi dingin sebelumnya.
Temperatur
rekristalisasi makin rendah bila logam telah mengalami deformasi dingin makin
besar. Gambar 3.31.
Gambar 3.32 Effect of prior deformation on the temperature
for the start of recrystallization of copper.
Logam
yang dideformasi pada temperatur di atas rekristalisasinya akan langsung
mengalami rekristalisasi dan setelah deformasi selesai akan diperoleh kristal
yang sama dengan kristal sebelum mengalami deformasi. Pengerjaan seperti ini
dinamakan pengerjaan panas (hot
work). Hot working tidak merubah sifat mekanik karena tidak menimbulkan
distorsi pada kristal.
3.8.3.
Grain growth
Butir
(grain) kristal yang besar mempunyai free energy yang lebih rendah, karenanya
butir kristal cenderung untuk lebih besar hingga mencapai ukuran maksimum untuk
temperatur tsb. Makin tinggi temperatur pemanasan makin besar juga ukuran butir
dengan makin tingginya temperatur pemanasan.
Gambar
3.32. Effect of temperature on recrystallized grain size
Bila
setelah pemanasan hingga temperatur yang dianggap cukup lalu logam didinginkan
kembali dengan lambat maka besar butir setelah mencapai temperatur kama tidak
berbeda banyak dengan besarnya pada saat sebelum didinginkan (asalkan selama
pendinginan tidak terjadi perubahan fase).
Gambar
3.33 menunjukkan pengaruh derajat deformasi dingin terhadap sifat mekanik
(kekerasan, kekuatan dan keuletan), serta pengaruh pemanasan kembali terhadap
sifat mekanik tsb dan terhadap struktur mikro.
Dari
gambar tersebut tampak bahwa kekuatan dan kekerasan akan naik dengan makin
tingginya derajat deformasi dingin, tetapi keuletan akan makin menurun. Dengan
pemanasan kembali, pada temperatur yang rendah tidak tampak adanya perubahan
sifat mekanik, perubahan akan mulai terjadi setelah mulai terjadi
rekristalisasi, kekuatan dan kekerasan menurun dan keuletan naik bersama dengan
naiknya temperatur pemanasan kembali itu. Demikian pula ukuran butir kristal
yang baru terbentuk, akan makin besar bila temperatur pemanasan makin tinggi.
Dengan
mengatur derajat pengerjaan dingin, temperatur pemanasan kembali dan lama
pemanasan akan dapat menghasilkan sifat yang berbeda-beda, dan dengan
pengaturan yang tepat akan dapat diperoleh sifat yang diinginkan.
4.
SUSUNAN PADUAN
4.1
Definisi
Suatu
paduan (alloy) adalah campuran bahan
yang memiliki sifat-sifat logam, terdiri dari dua atau lebih komponen (unsur),
dan sedikitnya satu komponen utamanya adalah logam.
Suatu
sistem paduan adalah suatu sistem
yang terdiri dari semua paduan yang dapat terbentuk dari beberapa unsur dengan
semua macam komposisi yang mungkin dapat dibuat.
Paduan
dapat diklasifikasikan menurut sturkturnya dan sistem paduan diklasifikasikan
menurut Diagram Keseimbangannya (Diagram fasenya) .
Suatu
paduan dapat berupa susunan yang homogen atau campuran (mixture).
Jika berupa susunan yang homogen paduan akan terdiri dari satu fase tunggal dan
bila berupa campran paduan akan terdiri dari beberapa fase.
Fase
(phase) adalah bagian dari material, yang homogen komposisi kimia dan
strukturnya, dapat dibedakan secara fisik, dapat dipisahkan secara mekanik dari
bagian lain material itu. Suatu fase dapat dibedakan dari fase lain dengan
melihat keadaan fisiknya, ada fase gas, cair, dan padat. Bagian material dengan
komposisi kimia yang berbeda dikatakan sebagai fase yang berbeda. Struktur
lattice juga membedakan satu fase dengan fase lain. Logam yang memiliki sifat
allotropi misalnya, setiap bentuk allotropinya merupakan fase tersendiri,
walaupun komposisi kimia dan keadaan fisiknya sama.
Pada
paduan dalam keadaan padat ada tiga kemungkinan macam fase, yaitu sebagai :
1.
Logam murni
2.
Compound (senyawa)
3.
Larutan padat (solid solution)
Suatu
paduan dalam keadaan padat, jika homogen, maka ia hanya mungkin berupa larutan
padat atau berupa senyawa. Bila paduan itu merupakan mixture maka ia dapat
terdiri dari kombinasi dari fase-fase yang mungkin terjadi pada keadaan padat
di atas, mungkin berupa kombinasi dua logam murni, atau dua larutan padat, atau
larutan padat dan senyawa, dan sebagainya.
4.2.
Logam murni
Pada
kondisi ekuilibrium suatu logam murni akan mengalami perubahan fase pada suatu
temperatur tertentu, perubahan fase dari padat ke cair akan terjadi pada
temperatur tertentu, dinamakan titik cair, dan perubahan ini berlangsung pada
temperatur yang tetap hingga seluruh perubahan selesai (lihat kurva pendinginan
pada gambar 4.1). demikian juga halnya dengan perubahan fase yang lain (bila
ada), berlangsung pada suatu temperatur konstan tertentu.
4.3.
Compound
Compound
atau senyawa adalah gabungan dari beberapa unsur dengan perbandingan tertentu
yang tetap. Compound memiliki sifat dan struktur yang sama sekali berbeda dari
unsur-unsur pembentuknya. Compound juga memiliki titik lebur/beku tertentu yang
tetap, seperti halnya pada logam murni.
Ada
tiga macam compound yang sering dijumpai yaitu :
1.
Intermetallic compound, biasanya terbentuk
dari logam-logam yang sifat kimianya sangat berbeda dan kombinasinya mengikuti
aturan valensi kimia. Ikatan atom-atomnya sangat kuat (ionik atau kovalen),
sehingga sifatnya seperti non-metal, keuletan rendah, konduktifitas listrik
juga rendah dan struktur kristalnya kompleks.
Contoh : CaSe, Mg2Pb, Mg2Sn, Cu2Se.
2.
Interstitial compound, biasanya terbentuk dari
logam-logam transisi seperti Scandium (Sc), Titanium (Ti), Tantalum (Ta),
Wolfram (W) dan besi (Fe) dengan Hidrogen (H), Oksigen (O), Carbon (C), Boron
(B) dan Nitrogen (N). Kelima unsur ini diameter atomnya sangat kecil sehingga
dapat masuk ke dalam lattice kristla logam di atas secara interstitial. Senyawa
interstitial bersifat metalik, komposisi kimia mungkin dapat bervariasi dalam
daerah yang sempit, titik leburnya tinggi dan sangat keras.
Contoh : Fe3C, TiC, TaC, W2C, Fe4N, CrN, TiH.
3.
Electron compound, senyawa ini dapat terbentuk
di antara logam-logam Tembaga (Cu), Emas (Au), Perak (Ag), Besi (Fe) dan Nickel
(Ni) dengan logam-logam Cadmium (Cd), Magnesium (Mg), Timah putih (Sn), Seng
(Zn) dan Aluminium (Al). Senyawa ini terjadi dengan kompossi kimia sedemikian
rupa sehingga mendekati perbandingan jumlah-elektron-valensi dengan jumlah-atom
yang tertentu.
Contoh dapat dilihat pada Tabel 4.1. di bawah.
Tabel 4.1 Examples of Electron Compounds
ELECTRON-ATOM
RATIO 3:2
(BCC STRUCTURE)
|
ELECTRON-ATOM
RATIO 21:13
(COMPLEX CUBIC)
|
ELECTRON-ATOM
RATIO 7:4
(CPH STRUCTURE)
|
AgCd
AgZn
Cu2Al
AuMg
FeAl
Cu2Sn
|
Ag2Cd3
Cu2Al3
Cu3Sn4
AuZn
FeZn
Cu2Zn
|
AgCd3
Ag2Al3
AuZn3
Cu3Si
FeZn2
Ag3Sn
|
4.4.
Solid solution (larutan padat)
Suatu
larutan terdiri dari dua bagian yaitu solute
(terlarut) dan solvent (pelarut).
Solute merupakan bagian yang lebih sedikit, sedang solvent adalah bagian yang
lebih banyak.
Biasanya
jumlah solute yang dilarutkan oleh solvent merupakan fungsi temperatur, makin
meningkat dengan naiknya temperatur. Ada tiga kemungkinan kondisi larutan yaitu
tidak jenuh (unsaturated), jenuh (saturated) dan lewat jenuh (supersaturated).
Larutan dikatakan tidak jenuh bila jumlah solute yang terlarut masih di bawah
jumlah yang mampu dilarutkan oleh solvent pada temperatur dan tekanan yang
dimaksud. Jika jumlah solute yang larut tepat mencapai batas kelarutannya dalam
solvent, dikatakan sebagai larutan jenuh. Larutan lewat jenuh terjadi bila
jumlah solute yang larut telah melampaui batas kelarutannya pada temperatur dan
tekanan tersebut.
Dalam
keadaan lewat jenuh ini larutan berada dalam kondisi tidak ekuilibrium, ia
tidak stabil. Dalam jangka waktu lama atau dengan penambahan sedikit energi
saja cenderung akan menjadi stabil, mencapai ekuilibrium, dengan terjadinya
pengendapan/pemisahan solute, sehingga larutan menjadi larutan jenuh.
Suatu
solid solution (larutan padat) adalah
larutan dalam keadaan padat, terdiri dari dua atau lebih jenis atom yang
berkombinasi dalam satu jenis space lattice. Biasanya kelarutan (solubility)
dalam keadaan padat jauh lebih rendah daripada kelarutan pada keadaan cair.
Larutan
padat mempunyai titik beku yang berbeda dari titik beku solvent yang murni.
Pada umunya larutan tidak membeku pada satu temperatur tertentu, tetapi
pembekuan terjadi pada suatu daerah temperatur tertentu (range of temperature).
Pembekuanya tidak terjadi pada temperatur konstan, pembekuan berlangsung
bersamaan dengan penurunan temperatur (lihat gambar 4.2).
Dari
gambar di atas tampak bahwa pembekuan suatu larutan 50% Sb, 50% Bi terjadi pada
temperatur yang lebih rendah daripada beku antimon (1770 8F) dan lebih tinggi daripada
titik beku bismuth (520 8F). Larutan mulai membeku pada 940 8F dan selesai pada temperatur
660 8F.
Ada
dua jenis larutan padat yaitu larutan
padat substitusional (substitutional solid solution) dan larutan padat interstisial (interstitial
solid solution).
4.4.1.
Larutan padat substitusional
Pada
larutan padat jenis ini atom solute menggantikan tempat (substitusi) atom
solvent dalam struktur lattice solvent. Keseluruhan sistem akan merupakan seri
yang kontinyu dari larutan padat, semua komposisi akan selalu merupakan larutan
padat.
Pada
alloy system ada beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan, yaitu :
1.
Crystal structure factor. Complete solid
solubility, kemampuan membentuk larutan padat dengan segala komposisi
(kelarut-padatan lengkap), tidak akan terjadi bila kedua unsurnya, solute dan
solvent, struktur kristalnya tidak sama. Jadi pada substitutional solid
soulution kedua unsurnya harus memiliki struktur kristal sama.
2.
Relative size factor. Terbentuknya suatu
larutan padat akan mudah terjadi bila perbedaan diameter atom tidak terlalu
besar, tidak lebih dari 15%. Bila perbedaan ini lebih dari 15% maka
kelart-padatannya (solid solubility) akan sangat terbatas. Misalnya timah hitam
dengan perak yang memiliki perbedaan diameter atom 20%, maka kelarut-padatan
timah hitam pada perak hanya sekitar 1,5%, sedang kelarut-padatan perak dalam
timah hitam malah hanya 0,1%.
Antimon dan bismuth dapat saling
melarutkan pada segala komposisi, kelarut-padatannya tidak terbatas, karena
perbedaan diameter atom hanya 7% dan struktur krsitalnya sama, (rhombohedral).
Sedang kelarutan antimon dalam aluminium (fcc), dengan perbedaan diameter atom
2%, hanya 0,1%, karena struktur kristalnya tidak sama.
3.
Chemical affinity factor. Makin besar chemical
affinity antara dua logam makin kecil kemungkinannya membentuk suatu larutan
padat lebih cenderung akan terjadi senyawa. Biasanya makin jauh jarak antara
dua unsur dalam Tabel Periodik makin besar pula chemical affinity antara
keduanya.
4.
Relative-valence factor. Bila solute metal
memiliki valensi berbeda dari solvent maka jumlah elektron valensi per atom,
disebut juga electron ratio akan berubah. Dan struktur kristal lebih peka
terhadap penurunan electron ratio daripada terhadap kenaikan electron ratio.
Jadi dengan kata lain logam bervalensi lebih rendah dapat melarutkan lebih
banyak logam bervalensi lebih tinggi daripada sebaliknya. Misalnya dalam sistem
paduan aluminium-nickel, keduanya fcc, relative size factor 14%. Aluminium
bervalensi lebih tinggi, kelarutannya dalam nickel dapat mencapai 5%, tetapi
aluminium hanya mampu melarutkan hanya 0,04% nickel.
Dengan memperhatikan keempat faktor di atas akan dapat ditentukan
estimasi kelarutan suatu logam dalam logam lain. Perlu diperhatikan bahwa
dengan relative size factor yang kurang menguntungkan saja dapat dipastikan
bahwa kelarutan akan sangat terbatas. Bila relative size factor menguntungkan
barulah ketiga faktor lain akan ikut menentukan derajat kelarutan suatu logam
dalam logam lain.
4.3.2. Interstitial solid
solution
Larutan ini terbentuk bila atom denagn diameter yang sanagt kecil dapat
masuk (menyisip) di rongga antaratom dalam struktur lattice dari solvent dengan
diameter atom yang besar. Karena celah (rongga) antar atom dalam suatu struktur
lattice sangat kecil maka hanya atom yang sangat kecil, dengan radius kurang
dari satu Angstrom, yang dapat menyisip dan membentuk larutan padat
interstisial. Atom tersebut adalah hidrogen (0,46 A), boron (0,97), carbon
(0,71) dan oksigen (0,60).
Larutan padat interstisial biasanya mempunyai kelart-padatan sangat
terbatas, dan biasnya juga tidak penting, kecuali larutan padat karbon dalam
besi, yang sangat banyak mempengaruhi struktur dan sifat baja.
Larutan padat, interstisial maupun substitusional mempunyai struktur
lattice yang terdistorsi, terutama di sekitar tempat solute atom.
Gambar
4.3. Schematic representation of both types of solid solutions (a)
Substituonal (b) Interstitial
Distorsi ini akan mengganggu gerakan dislokasi pada bidang slip dan karenanya
adanya solute atom akan menaikkan kekuatan suatu paduan. Hal ini merupakan
salah satu dasar penguatan logam dengan pemaduan.
Berbeda dengan intermetallic dan interstitial compound, larutan padat
mudah dipisahkan.diuraikan, mencair pada daerah temperatur tertentu, sifatnya
dipengaruhi oleh sifat solvent dan solute, komposisinya dapat bervariasi sangat
luas, sehingga tidak dapat dinyatakan dengan suatu rumus kimia.
Pada skema di bawah dapat dilihat bagaimana kemungkinan struktur suatu
paduan. Dan perlu diingat bahwa dalam suatu paduan seringkali strukturnya
merupakan kombinasi dari beberapa fase.
Gambar
4.4 Possible alloy structures
Tidak ada komentar:
Posting Komentar