Minggu, 06 April 2014

Pengetahuan Bahan

Creep adalah juga suatu proses yang stress dependent dan thermally activated, karenanya creep rate akan naik dengan naiknya tegangan dan/ atau temperature. Gambar di bawah menunjukkan pengaruh temperature dan tegangan terhadap creep rate.

Gambar 2.32.
Stress and temperature dependence of the stedy
Pada kondisi creep, patah akan terjadi bila creep strain telah mengakibatkan regangan menjadi Ô1 (strain pada saat putus). Karena creep rate akan menaik dengan meningkat dengan naiknya tegangan dan/ atau temperature, maka umur hidup sampai patah akan menurun bila tegangan dan/atau temperatur dinaikkan (lihat gambar di bawah).
Gambar2.33
Variation of time to rupture with stress and temperature

3.1. Struktur atom
Telah diketahui bahwa semua zat terdiri dari atom, dan atom sendiri terdiri dari inti (terdiri dari sejumlah proton dan neutron) yang dikelilingi oleh sejumlah elektron. Elektron-elektron ini menempati shell tertentu. Suatu atom dapat mempunyai satu atau lebih shell. Setiap shell dapat ditempati oleh elektron sebanyak 2n2, dimana n adalah nomor shell (dihitung mulai dari yang terdalam sebagai shell nomor 1).
Jumlah elektron pada shell terluar banyak menentukan sifat dari unsur tersebut. Atom yang memiliki julah elektron yang sama pada shell terluar, yaitu unsur pada group yang sama akan memiliki sifat yang hampir sama. Semua gas mulia memiliki delapan elektron pada shell terluar, kecuali helium yang hanya memiliki satu shell dan jumlah elektron pada shell itu adalah dua, semuanya adalah unsur yang sangat stabil, tidak bereaksi dengan unsur lain.
Atom-atom dapat membuat ikatan dengan atom yang sejenis atau atom lain membentuk molekul dari suatu zat atau senyawa. Dalam beberapa hal atom-atom juga dapat menjalin ikatan dengan atom sejenis atau atom lain tanpa membentuk molekul, seperti halnya pada logam.

3.2. Ikatan atom
Ada tiga jenis ikatan atom yang utama, yaitu :
-          Ikatan ionik
-          Ikatan kovalen atau homopolar
-          Ikatan logam

3.2.1. Ikatan tonik
Atom akan paling stabil jika atom itu mempunyai konfigurasi elektron seperti konfigurasi elektron pada gas mulia, yaitu terdapat delapan elektron pada shell terluar (dua elektron bila atom memiliki hanya satu shell). Bila suatu atom hanya memiliki satu elektron pada shell terluar, maka ia cenderung untuk melepas elektron tersebut, dan shell yang lebih ke dalam, yang biasanya sudah terisi penuh, akan menjadi shell terluar, ini menyebabkannya menjadi lebih stabil. Tetapi hal ini juga mengakibatkan atom itu kelebihan proton (yang bermuatan positip), sehingga atom itu akan bermuatan positip, dikatakan atom itu berubah menjadi ion positip.
Sebaliknya bila suatu atom lain yang memiliki tujuh elektron pada shell terluarnya, ia cenderung akan menerima satu elektron lagi dari luar. Dan bila hal ini terjadi maka atom itu akan menjadi bermuatan negatip (karena kelebihan elektron), ia akan menjadi ion negatip. Dan bila kedua ion ini berdekatan akan terjadi tarik menarik karena kedua ion itu memiliki muatan listrik yang berlawanan. Kedua atom itu akan terikat satu sama lain dengan gaya tarik menarik itu, ikatan ini dinamakan ikatan ionik (ionic bonding).
Sebagai contoh, atom Na (dengan satu elektron pada shell terluar) yang berada dekat atom Cl (dengan tujuh elektron pada shell terluar). Dalam keadaan ini akan terjadi perpindahan satu elektron dari atom Na ke atom Cl. Kedua atom itu akan menjadi ion, atom Na menjadi ion Na+, atom Cl menjadi ion Cl-, karena muatannya berlawanan akan terjadi tarik menarik, menjadi suatu ikatan ionik, (Gambar 3.1), dikenal sebagai senyawa garam, yang sifatnya berbeda dari kedua atom pembentuknya. Hal ini memperlihatkan betapa kuatnya suatu ikatan ionik.

3.2.2. Ikatan kovalen
Beberapa atom dapat memperoleh konfigurasi elektron yang stabil dengan saling meminjamkan elektronnya. Dengan saling meminjamkan elektron ini atom-atom akan memperoleh susunan elektron yang stabil tanpa menyebabkannya menjadi bermuatan.
   




Gambar 3.1. Electron transfer precedes the formation of the ionic bond within sodium chloride
 

                                              
Gambar 3.2 The natures of the covalent bonds in the molecules of chlorine, nitrogen, and hydrogen fluoride. The bonds in the Cl2, and HF are snglebonds; the bond in the N2 is a triple bond. Note that only the outer shell electrions are shown in the case of N2 and HF
Ikatan akan terjadi melalui elektron yang saling dipinjamkan itu. Elektron ini masih mempunyai ikatan dengan atom asalnya, tetapi juga sudah terikat dengan atom yang meminjamnya.
Sebagai contoh digambarkan pada Gambar 3.2 ikatan kovalen dari Cl2, N2.

3.2.3. Ikatan logam
Di sini juga terjadi saling meminjamkan elektron, hanya saja jumlah atom yang bersama-sama saling meminjamkan elektron valensinya (elektron yang berada pada shell terluar) ini tidak hanya antara dua atau beberapa atom tetapi dalam jumlah yang tak terbatas. Setiap atom menyerahkan elektron valensinya untuk digunakan bersama. Dengan demikian akan ada ikatan tarik menarik antara atom-atom yang saling berdekatan. Jarak antar atom ini akan tetap (untuk kondisi yang sama), bila ada atom yang bergerak menjauh maka gaya tarik menarik akan menariknya kembali ke posisi semula, dan bila bergerak terlalu mendekat maka akan timbul gaya tolak menolak karena inti-inti atom berjarak terlalu dekat padahal muatan listriknya sama, sehingga kedudukan atom relatif terhadap atom lain akan tetap.
Ikatan seperti ini biasa terjadi pada logam, karena itu dinamakan ikatan logam. Pada ikatan ini inti-inti atom terletak beraturan dengan jarak tertentu, sedang elektron yang saling dipinjamkan seolah-olah membentuk “kabut elektron” yang mengisi sela-sela antar inti (lihat Gambar 3.3).
Gambar 3.3. A simple representation of the metallic bond. The positive ion cores of the metal atoms are fixed within a “sea” or “cloud” of electrons.
Elektron-elektron ini tidak terikat pada salah satu atom tertentu atau beberapa atom saja, tetapi setiap elektron dapat saja pada suatu saat berada pada suatu atom, dan pada saat berikutnya berada pada atom lain. Karena itulah logam dikenal mudah mengalirkan listrik dan panas.
Mengingat atom-atom yang teratur dalam tiga dimensi menurut suatu pola tertentu dinamakan kristal. Bila dari inti-inti atom dalam suatu kristal ditarik garis-garis imajiner melalui inti-inti atom tetangganya maka akan diperoleh suatu kerangka tiga dimensi yang disebut space lattice (kisi ruang). Space lattice ini dapat dianggap tersusun dari sejumlah besar unit cell (sel satuan). Unit cell merupakan bagian terkecil dari space lattice, yang bila disusun ke arah sumbu-sumbunya akan membentuk space lattice. Pada Gambar 3.4 tampak sebagian dari suatu space lattice dan satu unit cellnya digaris tebal. Suatu unit cell dinyatakan dengan lattice parameter (panjang rusuk-rusuk dan sudut antara rusuk-rusuk).
Ada 7 macam sistem kristal, yaitu cubic, tetragonal, orthorhombic, monoclinic, triclinic, hexagonal dan thombohedral. Dari ketujuh sistem kristal tersebut ternyata ada 14 jenis bentuk space lattice yang mungkin terjadi. Pada Tabel 3.1 dapat dilihat sistem kristal, parameter dan bentuk space lattice dari keempatbelas jenis space lattice tersebut.

Tabel 3.1 The Crystal Systems
1. Triclinic
Three unequal axes, no two of which are perpendicular
abc             8
2. Monoclinic
Three unequal axes, one of which is perpendicular to the other two
abc            
3. Orthorhombic
Three unequal axes, all perpendicular
abc             8
4. Rhombohedral (trigonal)
Three equal axes, not at right angles
abc             8
5. Hexagonal
Three equal coplanar axes at 1208 and a fourth unequal axis perpedicular to their plane
abc             8            1208
6. Tetragonal
Three perpendicular axes, only two equal
abc             8
7. Cubic
Three equal axes, mutually perpendicular
abc             8
From C.S barrett Structure of Metals, McGraw-Hill Book Company, Inc New York, 1992

Kebanyakan logam-logam yang penting membeku dengan membentuk kristal dengan sistem kristal kubus atau sistem kristal hexagonal.
Dari keempatbelas jenis space lattice tersebut ternyata hanya ada 3 macam saja yang sering dijumpai pada logam-logam yang biasa digunakan, yaitu :
1. Face Centered Cubic (FCC) atau Kubus Permukaan Sisi (KPS)
2. Body Centered Cubic (BCC) atau Kubus Pemusatan Ruang (KPR)
3. Hexagonal Close – Packed (HCP) atau Hexagonal Tumpukan Padat (HTP)
Lihat Gambar 3.5., 3.6., 3.7., dan 3.8.

Di samping itu ternyata ada beberapa unsur yang dapat dijumpai dengan jenis space lattice yang berbeda, sifat yang demikian ini dinamakan polimorfi. Di antara logam-logam yang memiliki sifat polimorfi ini ada yang sifat polimorfosisnya bersifat reversibel, pada suatu kondisi jenis space latticenya tertentu dan bila kondisi berubah, space lattice juga akan berubah, dan bila kondisi kembali seperti semula maka space lattice juga akan kembali seperti semula. Sifat ini dinamakan allotropi.
Ada kurang lebih lima belas unsur yang memiliki sifat allotropi, termasuk besi. Pada temperatur kamar besi memiliki struktur space lattice BCC (dinamakan besi alpha, a), pada temperatur antara 910 8C – 1400 8C space latticenya FCC (besi gamma, g) dan di atas 1400 8C sampai mencair space latticenya BCC (besi delta). Bila temperatur kembali lagi maka struktur space lattice juga akan kembali seperti semula.

Gambar 3.9. The cooling curve for pure iron showing allotropic changes
3.4. Bidang kristalografi
Bidang di dalam lattice kristal dimana terdapat susunan atom-atom dinamakan bidang kristalografi. Bidang kristalografi ini biasanya dinyatakan dengan Indeks Miller.
Untuk menentukan Indeks Miller dari suatu bidang dibuat suatu koordinat ruang melalui susunan atom-atom, dengan mengambil satu titik atom pada lattice sebagai titik pusat koordinat ruang. Selanjutnya Indeks Miller ditentukan dengan cara sebagai berikut :
1.      Tentukan panjang potongan ketiga sumbu koordinat, diukur dari pusat koordinat sampai ke titik potong sumbu dengan bidang yang dimaksud. Panjang ini dinyatakan dalam satuan jarak atom pada sumbu yang bersangkutan. Pada contoh di bawah, di sumbu x satuannya adalah a, di sumbu y satuannya b dan di sumbu z satuannya c.

            Gambar 3.10 Menentukan Indeks Miller
Pada contoh di Gambar 3.10. panjang potongan tersebut :
sumbu                          x          y          z
panjang potongan        2          3          1
2.      Ambil kebalikan dari harga-harga di atas, dari contoh diperoleh : 1/1, 1/3, 1/1
3.      Sederhanakan perbandingan harga-harga di atas menjadi bilangan bulat h, k, l,.
Ketiga bilangan inilah Indeks Miller. Untuk contoh di atas diperoleh Indeks Miller : 3, 2, 6.
4.      Tulis nama bidang kristalografi dengan memberi tanda kurung (parentheses) pada Indeks Millernya. Secara umum bidang kristalografi ditulis bidang (hkl). Bidang pada contoh dinamakan bidang (326). Untuk penggal sumbu yang jatuh pada arah negatip, Indeks Millernya akan berharga negatip, untuk itu pada angka Indeks Miller diberi tanda negatip di atasnya, dan bidang kristalografi yang mempunyai harga negatip pada sumbu x dan positip pada kedua sumbu lain, maka bidang itu ditulis sebagai bidang (hkl).
5.      Bidang yang sejajar dinyatakan dengan Indeks Miller yang sama. Seperti terlihat pada gambar 3.11. a, bidang (222) yang sejajar dengan bidang (111), Indeks Miller dari bidang (222) dapat disederhanakan menjadi (111). Demikian juga pada b, Indeks Miller dari bidang (022) dan bidang (033) dapat disederhanakan menjadi (011). Juga pada gambar c, semua bidang itu dinyatakan sebagai bidang (100). Jadi Indeks Miller dari suatu bidang akan menyatakan juga bidang lain yang sejajar dengannya.

Gambar 3.11 (a) Bidang (111), (b) bidang (011), bidang (100)

Mengingat titik pusat koordinat dapat ditetapkan sembarang titik pada lattice/unit cell maka bidang yang berbeda akan dapat mempunyai Indeks Miller yang sama, asal kedudukannya terhadap pusat koordinat juga sama. Jadi bidang-bidang ini dapat dikatakan ekuivalen. Semua bidang yang ekuivalen dikatakan berada dalam satu “keluarga”, ditulis dengan Indeks Miller yang diletakkan dalam braces, keluarga {hkl}. Pada Gambar 3.12., gambar dari unit cell kubus, sisi-sisi kubus merupakan satu keluarga, yaitu keluarga {100} yang terdiri dari bidang-bidang (100), (010), (001), (100), (010) dan (001).
Suatu arah kristalografi adalah arah dari pusat koordinat ke suatu titik yang memiliki koordinat x = u, y = v dan z = w, dinyatakan dengan Indeks Miller yang diletakkan dalam square bracket, arah [uvw]. Arah yang dinyatakan dengan suatu Indeks Miller akan tegak lurus terhadap bidang yang dinyatakan dengan Indeks Miller yang sama. Pada Gambar 3.13 tampak bahwa arah [210] tegak lurus terhadap bidang (210) dari suatu sistem kubus.
Pada suatu sistem kristal dapat dibuat bidang yang tak terhingga banyaknya, tetapi yang mempunyai arti penting adalah bidang-bidang yang mempunyai kepadatan atom yang tinggi dan jarak antar bidang yang besar. Bidang ini adalah keluarga bidang {110} untuk sistem BCC, dan keluarga bidang {111} untuk sistem FCC. Pada bidang-bidang ini mudah terjadi slip.

3.5. Kristalisasi
Kristalisasi yaitu proses pembentukan kristal, yang terjadi pada saat pembekuan, perubahan dari fase cair ke fase padat. Dilihat dari mekanismenya kristalisasi terjadi melalui dua tahap :
1. Pembentukan inti atau pengintian (nucleation)
2. pertumbuhan kristal (crystal growth)
Dalam keadaan cair atom-atom tidak memiliki susunan teratur tertentu, sellau mudah bergerak. Dalam keadaan cair temperaturnya relatif tinggi dan atom memiliki energi cukup banyak sehingga mudah bergerak, tidak ada pengaturan letak atom relatif terhadap atom lain.
Dengan turunnya temperatur maka energi atom makin rendah dan makin sulit bergerak dan mulai mencari/mengatur kedudukannya relatif terhadap atom lain, mulai membentuk lattice. Ini terjadi pada tempat yang relatif lebih dingin di mana sekelompok atom menyusun diri membentuk inti kristal.
Inti-inti ini akan menjadi pusat dari proses kristalisasi selanjutnya. Dengan makin turunnya temperatur makin banyak atom yang ikut bergabung dengan inti yang sudah ada atau membentuk inti baru. Setiap inti akan tumbuh dengan menarik atom-atom lain dari cairan atau dari inti yang tidak sempat tumbuh, untuk mengisis tempat kosong pada lattice yang akan dibentuk.
Pertumbuhan ini berlangsung dari tempat yang lebih dingin menuju tempat yang lebih panas. Pertumbuhan ini tidak bergerak lurus saja, tetapi mulai membentuk cabang-cabang dan ranting-ranting, struktur seperti ini disebut struktur dendritik. Dendrit ini terus bertumbuh ke segala arah, sehingga cabang/ranting dendrit hampir bersentuhan dan sisa cairan yang terakhir akan membeku di sela-sela dendrit ini. (lihat Gambar 3.14).
Pertemuan satu dendrit kristal dengan lainnya dinamakan batas butir kristal (grain boundary) yang merupakan bidang yang membatasi antara 2 kristal. Batas butir adalah tempat dimana terdapat ketidak-teraturan susunan atom (mismatch) di samping juga biasanya mengandung unsur-unsur ikutan (impurity) lebih banyak.

3.6. Cacat pada kristal (imperfection)
Kristal yang sempurna adalah kristal yang susunan atomnya seluruhnya teratur mengikuti suatu pola tertentu. Cacat yang dimaksud di sini adalah cacat/ketidaksempurnaan susunan atom dalam kristal (lattice). Cacat ini dapat terjadi pada saat pembekuan ataupun oleh sebab-sebab mekanik.
Cacat ini dapat berupa :
1. Cacat titik (point defect)
2. Cacat garis (line defect)
3. Cacat bidang (interfacial defect)
4. Cacat ruang (bulk defect)

Cacat titik dapat berupa kekosongan (vacant) yang terjadi karena tidak terisinya suatu posisi atom pada lattice. Juga dapat terjadi karena “salah tempat”, posisi yang seharusnya kosong ternyata ditempati atom, terjadi sisipan (interstitials). Mungkin juga ada atom “asing” yang menggantikan tempat yang seharusnya diisi atom, terjadi substitusi (substitutionals), Gambar 3.15.

Gambar 3.15. Various point defects in crystalline materials
Cacat-cacat ini akan menyebabkan terjadinya tegangan pada lattice. Vacant akan menyebabkan atom-atom di sekitarnya terdorong saling menjauhi (Gambar 3.16).


Pada subtitutionals, bila atom pengganti lebih besar maka atom di sekitarnya terdorong menjauh, dan bila lebih kecil, tertarik saling mendekat.


Cacat garis, cacat yang menimbulkan distorsi pada lattice yang berpusat pada suatu garis, sering disebut dislokasi. Pada dasarnya ada 2 macam dislokasi yaitu edge dislocation dan screw dislocation, dan dapat juga terjadi dislokasi yang merupakan kombinasi keduanya.
Untuk menggambarkan dislokasi diambil sebuah kristal seperti Gambar 3.17 dan padanya dibuat irisan yang mengiris ikatan antar atom menurut bidang ABCD, (gambar a). Bila bagian atas irisan didorong hingga baris atom yang di tepi tergeser ke atas baris kedua dari irisan bawah, maka akan tampak adanya distorsi yang berpusat di garis AB, gambar b, dan garis AB ini dinamakan garis dislokasi. Dislokasi semacam ini adalah edge dislocation.
Bila dorongan tersebut ke arah samping, sejajar AB (gambar c), maka akan terjadi screw dislocation, dinamakan demikian karena susunan atom di sekitar garis dislokasi berbentuk seperti ulir (screw). Dan bila dorongan tersebut membuat suatu sudut terhadap garis AB, maka akan diperoleh mixed dislocation, (gambar d dan e). Gambar-gambar selanjutnya, 3.18., 3.19., dan 3.20. menunjukan susunan atom pada dislokasi.

Semua cacat di atas dapat bergeser ke dalam suatu lattice, baik karena pengaruh thermodinamik maupun gaya mekanik. Gambar 3.21. menunjukkan bagaimana suatu edge dislocation dapat bergeser.
Gerakan dari edge dislocation dimulai dari tepi kristal denganterbentuknya dislocation line, sebagai akibat dari gaya geser (shear force). Garis dislokasi ini berupa garis lurus sepanjang kristal dan tegak lurus terhadap arah gaya geser. Gaya geser seterusnya akan mendorong garis dislokasi ini dari satu baris atom ke baris atom berikutnya. Baris atom yang telah tergeser ini dikatakan telah mengalami slip, dan bidang tempat terjadinya pergeseran ini dinamakan bidang slip (slip plane). Slip plane selalu merupakan bidnag yang padat atom.
Dari gambar juga tampak bahwa baris atom yang telah tergeser akan kembali memiliki ikatan antar atom seperti semula, hanya saja ikatan ini sekarang terjadi dengan baris atom yang berbeda.
Pada Gambar 3.22 dapat dibandingkan gerakan dislokasi dari edge, screw dan mixed dislocation.


Pengertian mengenai dislokasi ini akan bermanfaat untuk menjelaskan berbagai sifat logam, antara lain, deformasinya, penguatan dan lain-lain.
Cacat bidang yang selalu terdapat pada kristal logam adalah grain boundary (batas butir). Pada batas butir selalu terdapat distorsi baik karena pengaruh tegangan mauun akibat dari interaksi dengan atom-atom dari kristal tetangganya. Karena setiap butir kristal mempunyai orientasi yang berbeda satu sama lain, maka pada batas antara satu butir dengan butir yang lain akan terjadi ketidak-teraturan susunan atom (dibandingkan dengan bagian dalam dari kristal). Pada Gambar 3.23. dapat dilihat sususnan atom pada suatu batas butir. Tampak bahwa batas butir merupakan daerah yang penuh dislokasi, karenanya ia merupakan daerah yang penuh dengan tegangan. Jadi batas butir merupakan tempat yang enyimpan banyak energi, karena itu banyak peristiwa transformasi dimulai dari batas butir ini.

3.7. Deformasi plastik pada kristal
Bila suatu krisrtal mengalami tegangan maka susunan atom pada kristal itu akan mengalami perubahan posisi, perubahan ini bersifat sementara bila tegangan yang bekerja tidak cukup besar dan akan bersifat permanen bila tegangan sudah melampaui yield. Bila tegangan telah melampaui yiel maka garis dislokasi sudah bergeser dan mungkin telah mencapai batas butir, sehingga butir kristal mengalami perubahan bentuk yang permanen. Perubahan bentuk pada butir kristal akibat terjadinya hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan bentuk pada bentuk luar benda. Deformasi (perubahan bentuk) dapat terjadi dengan terjadinya slip atau twinning, atau kombinasi keduanya.

3.7.1. Deformasi dengan slip
Slip merupakan mekanisme terjadinya deformasi yang paling sering dijumpai. Slip terjadi bila sebagian dari kristal tergeser relatif terhadap bagian kristal lain sepanjang bidang kristalografi tertentu. Bidang tempat terjadinya slip ini dinamakan bidang slip (slip plane) dan arah pergeseran atom pada bidang slip dinamakan arah slip (slip direction). Slip terjadi pada bidang yang paling padat atom dan arah slip juga pada daerah yang paling padat atom, karena untuk menggeser atom pada posisi ini memerlukan energi paling kecil. Pada Gambar 3.24. dapat dilihat bahwa pergeseran atom akan lebih mudah terjadi bila susunan atomnya lebih rapat, gambar a (di gambar b yang susunan atomnya kurang padat, atom-atom seolah-olah “terkunci” di sela-sela atom-atom lain, dan untuk menggeser atom-atom ini tentu akan memerlukan energi lebih besar).
Gambar 3.24. Plastic flow occurs when planes of atoms slip past one another.
Close-packed planes do this more easily (a) than planes in another direction (b)
Seperti diketahui pada suatu sistem kristal mungkin terdapat lebih dari satu bidang yang padat atom, bidang-bidang ini merupakan satu keluarga, demikian pula dengan arah slip. Karenanya slip dapat terjadi pada beberapa bidang dan arah tertentu, ini dinamakan sistem slip (slip system) dari sistem kristal. Tabel 3.3. menunjukkan beberapa sistem slip dari berbagai kristal logam.
Slip tidak terjadi dengan menggesernya seluruh atom pada bidang slip secara sekaligus. Slip terjadi dengan bergesernya garis dislokasi sedikit demi sedikit. Bila slip terjdi dengan pergeseran sekaligus seluruh atom pada bidang slip, maka akan diperlukan gaya yang sangat besar, beberapa ribu kali lebih besar dari pada yang diperlukan untuk menggeser garis dislokasi. Karena itulah kekuatan logam lebih rendah daripada kekuatannya yang dihitung dengan menjumlahkan gaya yang perlu untuk memutuskan ikatan antar atomnya.
Untuk dapat terjadinya slip harus ada gaya geser yang cukup, bila gaya geser itu belum cukup besar maka distorsi yang ditimbulkannya hanya bersifat sementara, elastik. Perubahan bentuk akan terjadi bila telah terjadi slip, dan slip akan dapat terjadi bila gaya geser yang bekerja pada kristal telah mencapai Critical resolved shear stress, semacam stress untuk suatu kristal.
Tabel 3.2 OBSERVED SLIP SYSTEMS IN SELECTED CRYSTALS
Structure
Slip Plane
Slip Direction
Number of Slip Systems

FCC
Cu, Al, Ni, Pb, Au, Ag, gFe, ...

{111}
<110>
4 x 3 = 12

BCC
aFe, W, Mo, b Brass

{110}
<111>
6 x 2 = 12

aFe, Mo, W, Na

{211}
<111>
12 x 1 = 12

aFe, K


{321}
<111>
24 x 1 = 24

HCP
Cd, Zn, Mg, Ti, Be, ...

{0001}
<1120>
1 x 3 = 3

Ti


{1010}
<1120>
3 x 1 = 3

Ti, Mg


{1011}
<1120>
6 x 1 = 6

NaCl, AgCl


{110}
<110>
6 x 1 = 6


Terjadinya slip dengan cara bergesernya garis dislokasi dapat digambarkan dengan analogi gerakan dari ulat, cacing, atau permadani. Untuk menggeser permadani yang telah digelarkan di lantai dengan menarik sekaligus seluruh permadani tentu akan sangat berat. Akan lebih mudah bila mula-mula dibuat suatu tekukan pada tepi permadani (analog dengan garis dislokasi) dan mendorong tekukan tersebut hingga tekukan mencapai ujung lain dari permadani Gambar 3.25.
G ambar 3.25. The “carpet analogy” of a dislocation in a crystal. By moving the wrinkle from one end of the carpet to the other, the carpet is shifted a distance of L units to the right. The energy required to shift the wrinkle progressively is considerably less than that required to drag the carpet bodily across the floor.

Bila slip telah terjadi hingga ke seberang butir kristal maka slip ini akan diteruskan ke butir berikutnya dan karena butir berikutnya mempunyai orientasi yang berbeda, arah bidang slip akan berbeda maka dislokasi akan tertahan pada batas butir, dan untuk membuat slip berikutnya pada bidang yang sama akan memerlukan gaya yang besar. Karenanya slip akan mudah terjadi pada bidang lain yang sejajar dengan bidang slip mula-mula.
Karena itu dapat dimengerti bahwa logam yang telah mengalami deformasi akan menjadi lebih kuat dan keras. Di samping itu juga dapat dijelaskan mengapa logam dengan butiran yang lebih halus akan menjadi lebih kuat dan keras.

3.7.2. Deformasi dengan twinning
Cara lain untuk terjadinya deformasi adalah dengan twinning. Twinning terjadi bila satu bagian dari butir kristal berubah orientasinya sedemikian rupa sehingga susunan atom di bagian tersebut akan membentuk simetri dengan bagian kristal yang lain, yang tidak mengalami twinning. Susunan atom pada bagian yang mengalami twinning ini merupakan “mirror image” dari bagian yang tidak mengalami twinning. Bidang yang menjadi pusat simetri antara kedua bagian itu dinamakan twinning plane.
Pada Gambar 3.26 terlihat bagian dari kristal yang mengalami twinning (twinned region). Pada twinning seluruh atom-atom dari sebagian kristal tergeser ke arah tertentu, twinning direction. Atom-atom di daerah yang tidak mengalami twinning (di sebelah kanan twinned region) bergeser satu jarak atom pada twinning, sedang pada twinned region besarnya pergeseran atom sebanding dengan jarak atom tsb ke twining plane, sehingga posisi akhir atom itu akan merupakan “mirror image” dari atom di daerah yang tidak mengalami twinning (C’ simetri dengan A’) :
Ada beberapa perbedaan antara slip dan twinning, yaitu bahwa pada slip orientasi seluruh kristal tetap sama, sedang pada twinning sebagian kristal akan berubah orientasinya. Jarak pergeseran atom pada slip dapat hingga beberapa jarak atom, sedang pada twinning jarak pergeseran ini hanya sedikit, tidak sampai satu jarak atom. Pada twinning pergerakan atom itu terjadi sekaligus seluruh atom (pada twinned region) bergerak bersamaan sedang pada slip sebagian demi sebagian.
Dari hal di atas tampak bahwa untuk terjadinya twinning diperlukan tenaga yang cukup besar, karena itu tidak banyak logam yang padanya dijumpai twinning sebab mungkin sebelum twinning dapat terjadi, slip sudah terjadi lebih dulu. Twinning dapat terjadi bila kemungkinan untuk slip kecil, yaitu bila slip system terbatas seperti pada logam dengan kristal HCP yang memiliki hanya sedikit slip system (karena itu twinning biasanya tidak terjadi pada BCC dan FCC).
Regangan yang terjadi dengan twinning kecil sekali, sehingga twinning bukanlah suatu mekanisme deformasi yang utama, tetapi tetap cukup penting karena dengan twinning terjadi perubahan orientasi kristal yang memungkinkan salah satu sistem slipnya akan bersesuaian dengan arah gaya geser yang bekerja dan slip akan dapat terjadi.
Twinning dapat terjadi sebagai akibat gaya mekanik, disebut mechanical twins, atau dapat juga terjadi pada kristal yang telah dideformasi lalu dianneal, disebut annealing twins.
Pada mikroskop twinning dapat ditandai dengan adanya dua garis sejajar di tengah kristal, dan slip dapat diketahui dengan adanya slip lines, sejumlah garis sejajar pada kristal (lihat Gambar 3.27 dan 3.28).

3.7.3. Pengaruh pengerjaan dingin terhadap sifat mekanik
Suatu logam dikatakan mengalami pengerjaan dingin (cold work) bila butir-butir kristalnya berada dalam keadaan terdistorsi setelah mengalami deformasi plastik. Dalam keadaan ini pada kristal terdapat berbagai dislokasi setelah terjadi slip dan/atau twining.
Sebagai akibat dari pengerjaan dingiin ini beberapa sifat mekanik akan mengalami perubahan, yaitu Tensile strength, Yield strength dan kekerasan akan naik, sedang keuletan akan menurun, dengan makin tingginya derajat deformasi dingin yang dialami.
Gambar 3.29. Effect of cold working on tensile and yield strength of copper

Dari Gambar 3.29 tampak bahwa laju kenaikan yield strength lebih tinggi daripada laju kenaikan tensile strength, dan pada derajat deformasi yang tinggi perbedaan antara yield strength dengan yield strength hanya sedikit sekali. Ini berarti deformasi yang akan terjadi sebelum patah sedikit sekali (keuletannya rendah). Ini juga berarti akan sangat berbahaya mendeformasi logam yang telah mengalami derajat deformasi dingin cukup tinggi karena sewaktu-waktu dapat putus. Hal ini perlu diperhatikan dalam operasi pembentukan dengan pengerjaan dingin, seperti cold rolling, cold drawing dan lain-lain.
Juga sifat penghantaran listrik akan mengalami penurunan dengan naiknya derajat deformasi dingin. Hal ini terutama akan sangat terasa pada logam yang bukan logam murni (paduan).

3.8. Rekristalisasi
Sebagai akibat dari cold working kekerasan, kekuatan tarik dan tahanan listrik akan naik, sedang keuletan akan menurun. Juga terjadi peningkatan jumlah dislokasi yang besar dan bidang-bidang kristalografi tertentu akan mengalami distorsi yang hebat.
Sebagian dari energi yang diberikan untuk mendeformasi logam itu dikeluarkan lagi sebagai panas; dan sebagian lain tetap tersimpan dalam struktur kristal sebagai energi dalam (tegangan dalam) yang dikaitkan dengan cacat kristal yang terjadi sebagai akibat dari deformasi. Dengan kata lain logam yang mengalam pengerjaan dingin akan menyimpan sejumlah tegangan dalam sebagai akibat terjadinya sejumlah besar dislokasi.
Bila logam yang telah mengalami pengerjaan dingin ini dipanaskan kembali maka atom-atom akan menerima sejumlah energi panas yang dapat dipakai untuk bergerak menuju/membentuk sejumlah kristal yang lebih bebas cacat, bebas tegangan dalam. Peristiwa perubahan yang terjadi selama proses pemanasan kembali dapat dibagi menjadi tiga tahapan : Recovery, Recrystallization dan Grain growth.

3.8.1. Recovery
Recovery terjadi pada awal pemanasan kembali, pada temperatur yang agak rendah, dan perubahan yang terjadi tidak diikuti dengan perubahan struktur mikro. Juga masih belum terjadi perubahan sifat mekanik. Perubahan yang terjadi hanyalah berkurangnya tegangan dalam.
Perlunya mengurangi tegangan dalam ini adalah untuk mencegah terjadinya distorsi pada benda kerja yang mengalami pengerjaan dingin sebagai akibat tegangan sisa itu, dan juga untuk mencegah stress corrosion cracking (retak karena korosi pada logam yang mengalami tegangan). Proses laku panas yang memanfaatkan hal ini dinamakan stress relief annealing.

3.8.2. Recrystallisation
Pemanasan kembali hingga ke temperatur lebih tinggi akan menyebabkan munculnya kristal baru dari kristal yang terdistorsi, dengan stuktur lattice dan komposisi kimia yang sama seperti pada saat sebelum pengerjaan dingin. Kecuali kristal yang dendritik, pada kristal yang tadinya dendritik, setelah pengerjaan dingin dan pemanasan kembali bentuk dendrit akan hilang. Kristal baru ini mula-mula muncul pada bagian kristal yang mengalami distorsi paling hebat, yaitu pada batas butir dan bidang slip. Di sini kelompok-kelompok atom (cluster of atoms) membentuk kristal baru berupa inti (nucleus) kristal. Inti ini kemudian menyerap ato-atom di sekitarnya sehingga inti bertumbuh menjadi kristal yang lebih besar, dan akhirnya kristal lama yang terdeformasi akan habis.
Rekristalisasi terjadi melalui pengintian (nucleation) dan pertumbuhan (growth). Untuk memulai suatu proses rekristalisasi (seperti juga semua proses dengan nucleation and growth) diperlukan masa inkubasi. Masa inkubasi ini diperlukan sebagai waktu untuk pengumpulan sejumlah energi yang cukup untuk memulai rekristalisasi. Mulanya laju rekristalisasi (dinyatakan dengan persentase kristal yang telah berekristalisasi, Gambar 3.30) rendah kemudian makin cepat dan akhirnya melambat lagi menjelang akhir proses.
Rekristalisasi dapat terjadi pada temperatur tertentu yang dinamakan temperatur rekristalisasi, yaitu temperatu dimana logam yang dideformasi dingin akan mengalami rekristalisasi yang tepat selesai dalam satu jam. Tingginya temperatur rekristalisasi ini dipengaruhi oleh besarnya deformasi dingin sebelumnya.
Temperatur rekristalisasi makin rendah bila logam telah mengalami deformasi dingin makin besar. Gambar 3.31.
Gambar 3.32 Effect of prior deformation on the temperature for the start of recrystallization of copper.
Logam yang dideformasi pada temperatur di atas rekristalisasinya akan langsung mengalami rekristalisasi dan setelah deformasi selesai akan diperoleh kristal yang sama dengan kristal sebelum mengalami deformasi. Pengerjaan seperti ini dinamakan pengerjaan panas (hot work). Hot working tidak merubah sifat mekanik karena tidak menimbulkan distorsi pada kristal.

3.8.3. Grain growth
Butir (grain) kristal yang besar mempunyai free energy yang lebih rendah, karenanya butir kristal cenderung untuk lebih besar hingga mencapai ukuran maksimum untuk temperatur tsb. Makin tinggi temperatur pemanasan makin besar juga ukuran butir dengan makin tingginya temperatur pemanasan.
Gambar 3.32. Effect of temperature on recrystallized grain size
Bila setelah pemanasan hingga temperatur yang dianggap cukup lalu logam didinginkan kembali dengan lambat maka besar butir setelah mencapai temperatur kama tidak berbeda banyak dengan besarnya pada saat sebelum didinginkan (asalkan selama pendinginan tidak terjadi perubahan fase).
Gambar 3.33 menunjukkan pengaruh derajat deformasi dingin terhadap sifat mekanik (kekerasan, kekuatan dan keuletan), serta pengaruh pemanasan kembali terhadap sifat mekanik tsb dan terhadap struktur mikro.
Dari gambar tersebut tampak bahwa kekuatan dan kekerasan akan naik dengan makin tingginya derajat deformasi dingin, tetapi keuletan akan makin menurun. Dengan pemanasan kembali, pada temperatur yang rendah tidak tampak adanya perubahan sifat mekanik, perubahan akan mulai terjadi setelah mulai terjadi rekristalisasi, kekuatan dan kekerasan menurun dan keuletan naik bersama dengan naiknya temperatur pemanasan kembali itu. Demikian pula ukuran butir kristal yang baru terbentuk, akan makin besar bila temperatur pemanasan makin tinggi.
Dengan mengatur derajat pengerjaan dingin, temperatur pemanasan kembali dan lama pemanasan akan dapat menghasilkan sifat yang berbeda-beda, dan dengan pengaturan yang tepat akan dapat diperoleh sifat yang diinginkan.


4. SUSUNAN PADUAN
4.1 Definisi
Suatu paduan (alloy) adalah campuran bahan yang memiliki sifat-sifat logam, terdiri dari dua atau lebih komponen (unsur), dan sedikitnya satu komponen utamanya adalah logam.
Suatu sistem paduan adalah suatu sistem yang terdiri dari semua paduan yang dapat terbentuk dari beberapa unsur dengan semua macam komposisi yang mungkin dapat dibuat.
Paduan dapat diklasifikasikan menurut sturkturnya dan sistem paduan diklasifikasikan menurut Diagram Keseimbangannya (Diagram fasenya)            .
Suatu paduan dapat berupa susunan yang homogen atau campuran (mixture). Jika berupa susunan yang homogen paduan akan terdiri dari satu fase tunggal dan bila berupa campran paduan akan terdiri dari beberapa fase.
Fase (phase) adalah bagian dari material, yang homogen komposisi kimia dan strukturnya, dapat dibedakan secara fisik, dapat dipisahkan secara mekanik dari bagian lain material itu. Suatu fase dapat dibedakan dari fase lain dengan melihat keadaan fisiknya, ada fase gas, cair, dan padat. Bagian material dengan komposisi kimia yang berbeda dikatakan sebagai fase yang berbeda. Struktur lattice juga membedakan satu fase dengan fase lain. Logam yang memiliki sifat allotropi misalnya, setiap bentuk allotropinya merupakan fase tersendiri, walaupun komposisi kimia dan keadaan fisiknya sama.
Pada paduan dalam keadaan padat ada tiga kemungkinan macam fase, yaitu sebagai :
1. Logam murni
2. Compound (senyawa)
3. Larutan padat (solid solution)
Suatu paduan dalam keadaan padat, jika homogen, maka ia hanya mungkin berupa larutan padat atau berupa senyawa. Bila paduan itu merupakan mixture maka ia dapat terdiri dari kombinasi dari fase-fase yang mungkin terjadi pada keadaan padat di atas, mungkin berupa kombinasi dua logam murni, atau dua larutan padat, atau larutan padat dan senyawa, dan sebagainya.

4.2. Logam murni
Pada kondisi ekuilibrium suatu logam murni akan mengalami perubahan fase pada suatu temperatur tertentu, perubahan fase dari padat ke cair akan terjadi pada temperatur tertentu, dinamakan titik cair, dan perubahan ini berlangsung pada temperatur yang tetap hingga seluruh perubahan selesai (lihat kurva pendinginan pada gambar 4.1). demikian juga halnya dengan perubahan fase yang lain (bila ada), berlangsung pada suatu temperatur konstan tertentu.

4.3. Compound
Compound atau senyawa adalah gabungan dari beberapa unsur dengan perbandingan tertentu yang tetap. Compound memiliki sifat dan struktur yang sama sekali berbeda dari unsur-unsur pembentuknya. Compound juga memiliki titik lebur/beku tertentu yang tetap, seperti halnya pada logam murni.
Ada tiga macam compound yang sering dijumpai yaitu :
1.      Intermetallic compound, biasanya terbentuk dari logam-logam yang sifat kimianya sangat berbeda dan kombinasinya mengikuti aturan valensi kimia. Ikatan atom-atomnya sangat kuat (ionik atau kovalen), sehingga sifatnya seperti non-metal, keuletan rendah, konduktifitas listrik juga rendah dan struktur kristalnya kompleks.
Contoh : CaSe, Mg2Pb, Mg2Sn, Cu2Se.
2.      Interstitial compound, biasanya terbentuk dari logam-logam transisi seperti Scandium (Sc), Titanium (Ti), Tantalum (Ta), Wolfram (W) dan besi (Fe) dengan Hidrogen (H), Oksigen (O), Carbon (C), Boron (B) dan Nitrogen (N). Kelima unsur ini diameter atomnya sangat kecil sehingga dapat masuk ke dalam lattice kristla logam di atas secara interstitial. Senyawa interstitial bersifat metalik, komposisi kimia mungkin dapat bervariasi dalam daerah yang sempit, titik leburnya tinggi dan sangat keras.
Contoh : Fe3C, TiC, TaC, W2C, Fe4N, CrN, TiH.
3.      Electron compound, senyawa ini dapat terbentuk di antara logam-logam Tembaga (Cu), Emas (Au), Perak (Ag), Besi (Fe) dan Nickel (Ni) dengan logam-logam Cadmium (Cd), Magnesium (Mg), Timah putih (Sn), Seng (Zn) dan Aluminium (Al). Senyawa ini terjadi dengan kompossi kimia sedemikian rupa sehingga mendekati perbandingan jumlah-elektron-valensi dengan jumlah-atom yang tertentu.
Contoh dapat dilihat pada Tabel 4.1. di bawah.
Tabel 4.1 Examples of Electron Compounds
ELECTRON-ATOM
RATIO 3:2
(BCC STRUCTURE)
ELECTRON-ATOM
RATIO 21:13
(COMPLEX CUBIC)
ELECTRON-ATOM
RATIO 7:4
(CPH STRUCTURE)
AgCd
AgZn
Cu2Al
AuMg
FeAl
Cu2Sn
Ag2Cd3
Cu2Al3
Cu3Sn4
AuZn
FeZn
Cu2Zn
AgCd3
Ag2Al3
AuZn3
Cu3Si
FeZn2
Ag3Sn


4.4. Solid solution (larutan padat)
Suatu larutan terdiri dari dua bagian yaitu solute (terlarut) dan solvent (pelarut). Solute merupakan bagian yang lebih sedikit, sedang solvent adalah bagian yang lebih banyak.
Biasanya jumlah solute yang dilarutkan oleh solvent merupakan fungsi temperatur, makin meningkat dengan naiknya temperatur. Ada tiga kemungkinan kondisi larutan yaitu tidak jenuh (unsaturated), jenuh (saturated) dan lewat jenuh (supersaturated). Larutan dikatakan tidak jenuh bila jumlah solute yang terlarut masih di bawah jumlah yang mampu dilarutkan oleh solvent pada temperatur dan tekanan yang dimaksud. Jika jumlah solute yang larut tepat mencapai batas kelarutannya dalam solvent, dikatakan sebagai larutan jenuh. Larutan lewat jenuh terjadi bila jumlah solute yang larut telah melampaui batas kelarutannya pada temperatur dan tekanan tersebut.
Dalam keadaan lewat jenuh ini larutan berada dalam kondisi tidak ekuilibrium, ia tidak stabil. Dalam jangka waktu lama atau dengan penambahan sedikit energi saja cenderung akan menjadi stabil, mencapai ekuilibrium, dengan terjadinya pengendapan/pemisahan solute, sehingga larutan menjadi larutan jenuh.
Suatu solid solution (larutan padat) adalah larutan dalam keadaan padat, terdiri dari dua atau lebih jenis atom yang berkombinasi dalam satu jenis space lattice. Biasanya kelarutan (solubility) dalam keadaan padat jauh lebih rendah daripada kelarutan pada keadaan cair.
Larutan padat mempunyai titik beku yang berbeda dari titik beku solvent yang murni. Pada umunya larutan tidak membeku pada satu temperatur tertentu, tetapi pembekuan terjadi pada suatu daerah temperatur tertentu (range of temperature). Pembekuanya tidak terjadi pada temperatur konstan, pembekuan berlangsung bersamaan dengan penurunan temperatur (lihat gambar 4.2).
Dari gambar di atas tampak bahwa pembekuan suatu larutan 50% Sb, 50% Bi terjadi pada temperatur yang lebih rendah daripada beku antimon (1770 8F) dan lebih tinggi daripada titik beku bismuth (520 8F). Larutan mulai membeku pada 940 8F dan selesai pada temperatur 660 8F.
Ada dua jenis larutan padat yaitu larutan padat substitusional (substitutional solid solution) dan larutan padat interstisial (interstitial solid solution).

4.4.1. Larutan padat substitusional
Pada larutan padat jenis ini atom solute menggantikan tempat (substitusi) atom solvent dalam struktur lattice solvent. Keseluruhan sistem akan merupakan seri yang kontinyu dari larutan padat, semua komposisi akan selalu merupakan larutan padat.
Pada alloy system ada beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan, yaitu :
1.      Crystal structure factor. Complete solid solubility, kemampuan membentuk larutan padat dengan segala komposisi (kelarut-padatan lengkap), tidak akan terjadi bila kedua unsurnya, solute dan solvent, struktur kristalnya tidak sama. Jadi pada substitutional solid soulution kedua unsurnya harus memiliki struktur kristal sama.
2.      Relative size factor. Terbentuknya suatu larutan padat akan mudah terjadi bila perbedaan diameter atom tidak terlalu besar, tidak lebih dari 15%. Bila perbedaan ini lebih dari 15% maka kelart-padatannya (solid solubility) akan sangat terbatas. Misalnya timah hitam dengan perak yang memiliki perbedaan diameter atom 20%, maka kelarut-padatan timah hitam pada perak hanya sekitar 1,5%, sedang kelarut-padatan perak dalam timah hitam malah hanya 0,1%.
Antimon dan bismuth dapat saling melarutkan pada segala komposisi, kelarut-padatannya tidak terbatas, karena perbedaan diameter atom hanya 7% dan struktur krsitalnya sama, (rhombohedral). Sedang kelarutan antimon dalam aluminium (fcc), dengan perbedaan diameter atom 2%, hanya 0,1%, karena struktur kristalnya tidak sama.
3.      Chemical affinity factor. Makin besar chemical affinity antara dua logam makin kecil kemungkinannya membentuk suatu larutan padat lebih cenderung akan terjadi senyawa. Biasanya makin jauh jarak antara dua unsur dalam Tabel Periodik makin besar pula chemical affinity antara keduanya.
4.      Relative-valence factor. Bila solute metal memiliki valensi berbeda dari solvent maka jumlah elektron valensi per atom, disebut juga electron ratio akan berubah. Dan struktur kristal lebih peka terhadap penurunan electron ratio daripada terhadap kenaikan electron ratio. Jadi dengan kata lain logam bervalensi lebih rendah dapat melarutkan lebih banyak logam bervalensi lebih tinggi daripada sebaliknya. Misalnya dalam sistem paduan aluminium-nickel, keduanya fcc, relative size factor 14%. Aluminium bervalensi lebih tinggi, kelarutannya dalam nickel dapat mencapai 5%, tetapi aluminium hanya mampu melarutkan hanya 0,04% nickel.
Dengan memperhatikan keempat faktor di atas akan dapat ditentukan estimasi kelarutan suatu logam dalam logam lain. Perlu diperhatikan bahwa dengan relative size factor yang kurang menguntungkan saja dapat dipastikan bahwa kelarutan akan sangat terbatas. Bila relative size factor menguntungkan barulah ketiga faktor lain akan ikut menentukan derajat kelarutan suatu logam dalam logam lain.

4.3.2. Interstitial solid solution
Larutan ini terbentuk bila atom denagn diameter yang sanagt kecil dapat masuk (menyisip) di rongga antaratom dalam struktur lattice dari solvent dengan diameter atom yang besar. Karena celah (rongga) antar atom dalam suatu struktur lattice sangat kecil maka hanya atom yang sangat kecil, dengan radius kurang dari satu Angstrom, yang dapat menyisip dan membentuk larutan padat interstisial. Atom tersebut adalah hidrogen (0,46 A), boron (0,97), carbon (0,71) dan oksigen (0,60).
Larutan padat interstisial biasanya mempunyai kelart-padatan sangat terbatas, dan biasnya juga tidak penting, kecuali larutan padat karbon dalam besi, yang sangat banyak mempengaruhi struktur dan sifat baja.
Larutan padat, interstisial maupun substitusional mempunyai struktur lattice yang terdistorsi, terutama di sekitar tempat solute atom.
Gambar 4.3. Schematic representation of both types of solid solutions (a) Substituonal      (b) Interstitial

Distorsi ini akan mengganggu gerakan dislokasi pada bidang slip dan karenanya adanya solute atom akan menaikkan kekuatan suatu paduan. Hal ini merupakan salah satu dasar penguatan logam dengan pemaduan.
Berbeda dengan intermetallic dan interstitial compound, larutan padat mudah dipisahkan.diuraikan, mencair pada daerah temperatur tertentu, sifatnya dipengaruhi oleh sifat solvent dan solute, komposisinya dapat bervariasi sangat luas, sehingga tidak dapat dinyatakan dengan suatu rumus kimia.
Pada skema di bawah dapat dilihat bagaimana kemungkinan struktur suatu paduan. Dan perlu diingat bahwa dalam suatu paduan seringkali strukturnya merupakan kombinasi dari beberapa fase.




Gambar 4.4 Possible alloy structures

Tidak ada komentar:

Posting Komentar